Hukum asalnya, sifat iri dan cemburu terhadap
kelebihan orang lain dalam Islam tidak diperbolehkan. Karena sifat ini
mengandung prasangka buruk kepada Allah dan tidak ridha dengan pembagian
yang Allah berikan kepada makhluk-Nya. Akan tetapi, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
mengecualikan beberapa orang yang boleh dan pantas untuk dicemburui
karena kelebihan besar yang mereka miliki. Siapakah mereka? Temukan
jawabannya dalam hadits berikut ini,
Dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي
اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ
اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ، فَقَالَ:
لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا
يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الحَقِّ،
فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ،
فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ
“
Tidak ada (sifat) iri (yang terpuji) kecuali pada
dua orang: seorang yang dipahamkan oleh Allah tentang al-Qur-an kemudian
dia membacanya di waktu malam dan siang hari, lalu salah seorang
tetangganya mendengarkan (bacaan al-Qur-an)nya dan berkata: “Duhai
kiranya aku diberi (pemahaman al-Qur-an) seperti yang diberikan kepada
si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti (membaca al-Qur-an)
seperti yang diamalkannya. Dan seorang yang dilimpahkan oleh Allah
baginya harta (yang berlimpah) kemudian dia membelanjakannya di (jalan)
yang benar, lalu ada orang lain yang berkata: “Duhai kiranya aku diberi
(kelebihan harta) seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku
bisa mengamalkan (bersedekah di jalan Allah) seperti yang diamalkannya” (HR. Al-Bukhari).
Maksud “iri/cemburu” dalam hadits ini adalah iri yang benar dan tidak tercela, yaitu
al-gibthah,
yang artinya menginginkan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain
tanpa mengharapkan hilangnya nikmat itu dari orang tersebut.
Coba perhatikan dan renungkan hadits ini dengan seksama. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallammenyebutkan
dua golongan manusia yang pantas untuk dicemburui, yaitu orang yang
memahami al-Qur’an dan mengamalkannya serta orang yang memiliki harta
dan menginfakkannya di jalan Allah.
Dalam hadits ini, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
juga menjelaskan sebab yang menjadikan mereka pantas untuk dicemburui,
bukan karena kelebihan dunia semata yang mereka miliki, tapi karena
mereka mampu untuk menundukkan hawa nafsu yang mencintai dunia secara
berlebihan, sehingga harta yang mereka miliki tidak menghalangi mereka
untuk meraih keutamaan tinggi di sisi Allah.
Inilah kelebihan sejati yang pantas dicemburui, adapun
kelebihan harta atau kedudukan duniawi semata maka ini sangat tidak
pantas untuk dicemburui, karena ini hakikatnya bukan merupakan kelebihan
tapi celaan dan fitnah bagi manusia, sebagaimana sabda Rasulullah s
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta”2.
Oleh karena itu, cemburu
dan iri hanya karena kelebihan harta yang dimiliki seseorang tanpa
melihat bagaimana penggunaan harta tersebut, ini adalah sifat yang
sangat tercela. Allah berfirman tentang orang-orang yang iri melihat
harta kekayaan Qarun:
{فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ
فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا
لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ.
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ
لِمَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ.
فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ
يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ.
وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالْأَمْسِ يَقُولُونَ
وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
وَيَقْدِرُ لَوْلَا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا
وَيْكَأَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
“Maka keluarlah dia
(Qarun) kepada kaumnya dengan perhiasannya (harta bendanya). Orang-orang
yang menginginkan kehidupan dunia berkata: “Duhai kiranya kami
mempunyai harta kekayaan seperti yang diberikan kepada Qarun,
sesungguhnya dia benar-benar memiliki keberuntungan yang besar. Tetapi
orang-orang yang dianugerahi ilmu
berkata: “Celakalah kalian! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan (pahala yang besar) itu
hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar. Maka kami benamkan dia
(Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu
golongan pun yang (mampu) menolongnya selain Allah, dan dia tidak
termasuk orang-orang yang dapat membela diri. Dan jadilah orang-orang
yang kemarin mengangan-angankan kedudkan (harta benda) Qarun itu
berkata: “Aduhai, benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki bagi
siapa yang Dia dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan membatasi (bagi
siapa yang Dia dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya). Sekiranya Allah
tidak melimpahkan karunia-Nya kepada kita, tentu Dia telah membenamkan
kita pula. Aduhai, benarlah kiranya tidak akan beruntung orang-orang
yang mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Al Qashash: 79-92)
Adapun contoh sikap cemburu yang benar adalah sikap cemburu dalam kebaikan yang ditunjukkan oleh orang-orang yang sempurna iman mereka, para shahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu dia berkata: Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah datang menemui beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam,
orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan
pahala (dari harta mereka), kedudukan yang tinggi (di sisi Allah
Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan
shalat
dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki
kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah
haji, umrah,
jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…”. Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “
Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya“
3.
Imam Ibnu Hajar berkata: “Dalam
hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah
Ta’ala) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah (seperti yang disebutkan dalam
hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya”
4.
Kesimpulannya, termasuk orang yang pantas dicemburui,
bahkan kecemburuan tersebut dipuji dalam Islam adalah orang yang
memiliki kelebihan dalam harta tapi dia selalu menginfakkan hartanya di
jalan Allah. Karena kecemburuan ini dapat menjadi motivasi untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan yang diperintahkan dalam agama. Allah
berfirman:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“
Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan” (QS al-Baqarah: 148).
Jadi cemburu dan iri kepada kelebihan harta yang dimiliki
seseorang bukan karena kelebihan harta yang dimilikinya semata-mata,
akan tetapi karena motivasi kebaikan besar yang dimilikinya dengan
banyak membelanjakan hartanya di jalan Allah. Inilah sebaik-baik harta
yang dimiliki oleh orang yang beriman, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sebaik-baik harta yang shaleh (penuh berkah) adalah untuk hamba yang shaleh”.
Adapun sifat rakus dan ambisi berlebihan terhadap harta
tanpa mempertimbangkan keberkahan dan manfaatnya dalam meraih keridhaan
Allah maka ini perbuatan tercela dan sebab yang akan merusak keimanan
seorang hamba, serta menjadikannya jauh dari segala kebaikan dunia dan
akhirat.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan
mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah
merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan
mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan
baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan
utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan
kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda)
duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di
hadapannya)”
5.
Semoga Allah meudahkan kita untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Jakarta, 17 Jumadal ula 1434 H
1 Lihat kitab “
Siyaru alaamin nubalaa’” (8/437).
2 HR at-Tirmidzi (no. 2336) dan Ahmad (4/160), dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan al-Albani.
3 HSR al-Bukhari (no. 807 dan 5970) dan Muslim (no. 595).
4 Kitab “Fathul Baari” (3/298).
5
HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu
Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan
shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.
—
Penulis: Abdullah bin Taslim al-Buthoni
Artikel
Muslim.Or.Id